Teori-teori klasik (Shultz, Becker dan Adam Smith) mengemukakan bahwa modal manusia merujuk pada keahlian dan pengetahuan yang melekat pada kemampuan seorang pekerja atau individu, sehingga mampu memproduksi sebuah barang dan jasa dengan nilai ekonomis. Modal manusia memiliki kontribusi yang cukup besar dalam laju perekonomian dan merupakan elemen fundamental bagi keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan adalah meningkatnya kualitas hidup masyarakat, dan indeks Pembangunan Manusia (IPM) adalah salah satu indikatornya, selain itu IPM juga dapat digunakan untuk mengetahui pengaruh kebijakan suatu daerah.
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir Pembangunan manusia Kabupaten Pekalongan yang bisa dilihat dengan membandingkan capaian IPM tahun dari ke tahun terus mengalami peningkatan. Pembangunan manusia di Kabupaten Pekalongan, yang diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lebih baik dari daerah sekitarnya kecuali dengan Kota Pekalongan. Hal ini terlihat jika kita bandingkan nilai IPM tahun 2015 dengan Kabupaten Batang yang sebesar 65,45 yang berada di peringkat 31, nilai IPM Kabupaten Pemalang sebesar 63,61 berada di peringkat 34, dan IPM Kota Pekalongan sebesar 72,68 dan berada pada peringkat 10. Sementara IPM Kabupaten Pekalongan sebesar 67,39 berada pada peringkat 24. Dalam kurun waktu tahun 2011 hingga tahun 2015 nilai IPM terus mengalami peningkatan hingga mencapai 67,39. Angka tersebut meningkat 0,41 poin atau 0,61 persen dibandingkan dengan IPM Kab Pekalongan pada tahun 2014 yang telah berada di angka 66,98.
Meskipun IPM Kabupaten Pekalongan lebih tinggi, namun akselerasinya masih di bawah pembangunan yang terjadi di Kabupaten Batang dan Kabupaten Pemalang, Kota Pekalongan dengan percepatan masing-masing 2,17; 2,16; dan 1,62. Demikian pula jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain yang ada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, percepatan pembangunan Kabupaten Pekalongan tergolong rendah, karena rata-rata percepatan pembangunan manusia di Jawa Tengah mencapai 1,04 persen. Kondisi yang terjadi di Kabupaten Pekalongan ini dapat dilihat melalui tiga indikator yang menyusun angka indeks pembangunan manusia yakni indikator kesehatan, indikator pendidikan dan indikator ekonomi.
Pertama adalah indikator kesehatan Kabupaten Pekalongan, dimana variabel Angka Harapan Hidup saat lahir (AHH) telah mencapai 73,33 tahun, nilai ini tidak mengalami perubahan jika dibanding AHH tahun 2014 yang besar sama yakni 73,33 tahun. Nilai ini mempunyai arti bahwa, diharapkan setiap bayi yang lahir di Kabupaten Pekalongan akan menikmati hidup sampai umur 73 tahun lebih. Stagnannya Angka AHH di atas bisa kita lihat lebih jauh dengan mencermati faktor-faktor pendukungnya antara lain jumlah tenaga medis (dokter) di Kabupaten Pekalongan yang dalam lima tahun terakhir (2011-2015) cenderung tidak bertambah dengan jumlah hanya berkisar 55 orang. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk yang membutuhkan pelayanan tentunya sangat tidak sebanding atau memiliki rasio yang sangat kecil dengan jumlah penduduk Kabupaten Pekalongan saat ini yang berjumlah 873.972 orang. Pelayanan fasilitas kesehatan di 3 Rumah sakit dan 77 Puskesmas/puskesmas pembantu, 181Poliklinik kesehatan desa, 191 Tempat praktik dokter, dan 211 tempat praktek bidan, dirasa belum cukup untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan yang terus meningkat. Hal ini tentu berdampak terlambatnya pelayanan, informasi dan sosialisasi tentang kualitas pelayanan dasar kesehatan yang tepat sasaran terutama perilaku hidup sehat dan bersih.
Indikator yang kedua adalah pendidikan, angka Harapan Lama sekolah (HLS) dan Rata-rata Lama Sekolah (RLS) sebagai variabel atau komponen dari indikator pendidikan. HLS Kabupaten Pekalongan besarnya 12,00 tahun meningkat dari tahun sebelumnya yang angkanya ada di 11,93 tahun. HLS 12,00 tahun mempunyai arti penduduk Kabupaten Pekalongan diharapkan pendidikannya sampai dengan perguruan tinggi. Untuk besaran RLS yang merupakan gambaran rata-rata lama sekolah penduduk Kabupaten Pekalongan mencapai 6,55 tahun atau baru mencapai kelas 6 di tingkat pendidikan SD, angka ini masih lebih rendah dari program wajib belajar 9 tahun dari pemerintah pusat. Sementara itu jika kita lihat angka partisipasi sekolah (APS) kelompok umur 13-15 tahun (SLTP), menunjukkan perlu adanya perhatian serius untuk mewujudkan program wajib belajar yang dicanangkan pemerintah, karena angka APS SLTP justru mengalami penurunan yakni sebesar 91,00 persen pada tahun 2014 menjadi 90,15 persen tahun 2015 atau turun sebesar 0,85 persen. Penurunan ini juga senada dengan alokasi pemerintah Kabupaten Pekalongan di sektor pendidikan yang turun sebesar 1,58 persen di tahun 2015.
Keberadaan dan kemudahan akses terhadap fasilitas pendidikan berperan penting dalam peningkatan hasil pembangunan di bidang pendidikan. Salah satu sarana yang penting adalah sekolah baik mengenai jumlah bangunan sekolah, jumlah ruang belajar, maupun jumlah pendidik dan anak didik. Menyikapi kondisi ini Hal yang perlu dicermati adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Pekalongan dalam mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 40,10 persen dari APBD tahun 2015 atau turun 1,10 persen dari anggaran sektor pendidikan tahun 2014 sebesar 41,2 persen.
Indikator yang ketiga adalah di bidang ekonomi yang menggambarkan daya beli (Purchasing power) atau kemampuan belanja penduduk Kabupaten Pekalongan melalui pendekatan pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Pengeluaran per kapita penduduk Kabupaten Pekalongan tahun 2015 mencapai Rp 9.208.000 per tahun meningkat dari tahun 2014 yang angkanya sebesar Rp 8.938.000.
Peningkatan daya beli masayarakat meningkat salah satu penyebabnya adalah karena tingkat penggangguran di Kabupaten Pekalongan menurun. Tingkat Pengganguran Terbuka (TPT) tahun 2015 mencapai 5,10 lebih rendah dari TPT tahun 2014 yang mencapai 6,03. Dengan kata lain dari 100 orang angkatan kerja hanya terdapat 5 orang yang menganggur. Faktor lainnya adalah perubahan harga (inflasi) komoditas atau barang-barang pelengkap kebutuhan hidup masyarakat. Inflasi yang terjadi di Kabupaten Pekalongan selama tahun 2015 sebesar 3,42 persen lebih rendah jika dibandingkan dengan inflasi yang terjadi di tahun 2014 sebesar 8,32 persen.
Jika dilihat dari Struktur PDRB Kabupaten Pekalongan perkembangan sektor pendidikan dan kesehatan berfluktuasi selama periode 2012-2015, sektor pendidikan pada tahun 2015 mengalami penurunan sebesar 6,32 persen dibanding tahun 2014, demikian pula sektor kesehatan mengalami penurunan sebesar 9,21 persen. Perkembangan kedua sektor ini tentunya berpengaruh pada pencapaian IPM Kabupaten Pekalongan dimana secara umum dua dari tiga indikator IPM (pendidikan dan kesehatan) mengalami kemerosotan. Namun demikian kondisi ini seharusnya memacu pemerintah dan seluruh masyarakat Kabupaten Pekalongan untuk bekerja lebih keras lagi dengan berbagai daya dan upaya untuk dapat meningkatkan kondisi perekonomiannya, agar pertumbuhannya dapat lebih baik lagi dan roda pembangunan berputar semakin cepat.(okris)